Kamis, 23 April 2009

Muslimah Pejuang Sejati

Pengantar

Dalam keterpurukan kehidupan kaum muslimin saat ini, mulai tampak nyata geliat kebangkitan yang disuarakan dengan lantang untuk kembali kepada tatanan kehidupan yang bersumber pada hukum-hukum Islam. Namun geliat kebangkitan ini bukannya tumbuh tanpa rintangan. Bahkan kian hari para Kapitalis semakin gencar dan kejam dalam upayanya untuk menumpas habis tiap tanda kehidupan Islam sekecil apapun itu.
Ketika kaum muslimin tak lagi pumya Daulah yang melindungi mereka, tak lagi punya pemimpin yang mengurusi urusan mereka dan menjaga tatanan kehidupan mereka, akibat makar dan serangan bertubi-tubi yang dilancarkan kafir barat tanpa ampun, sesungguhnya masih ada satu yang tersisa ditengah-tengah mereka; bangunan keluarga muslim. Dan tampaknya inilah yang sekarang menjadi target mutakhir penghancuran Barat terhadap dunia Islam. Menghancurkan institusi keluarga beserta segala yang berkaitan dengannya.
Jelas Barat telah menemukan kunci utama yang bisa menjadi pembuka jalan penghancur leburan keluarga ini. Yaitu; perempuan (muslimah). Barat menyadari betul dengan pengaturan Islam terhadap fungsi dan peran yang sedemikian rupa antara orang tua dengan anak dan suami dengan istri akan menghantarkan pada lestarinya kehidupan islam dalam skala keluarga dan yang berkaitan dengannya. Dan seiring dengan peningkatan taraf berfikir masyarakat dari Islam spiritual menuju Islam i\deologis, keluarga-keluarga semacam ini sangat berpotensi menghasilkan benih-benih perjuangan untuk bangkitnya kembali Islam.
Maka Barat berupaya sekuat tenaga untuk menghancurkan semua itu yakni dengan menarik perempuan dari peran dan fungsi asalnya dan mentransformasikan mereka menuju standar kemuliaan dalam atmosfer thaghut. Bahwa menjadi istri yang ta’at dan patuh pada suami adalah tertindas, maka haruslah istri punya bargaining position agar bisa membantah kata-kata suami. Bahwa mengurus anak dan rumah tangga adalah pekerjaan primitif yang hanya dilakukan oleh orang-orang dusun baheula, maka istri harus punya peran lebih untuk mendapatkan kehormatan, dan menjadi wanita modern dg berkarier.
Barat melalui LSM-LSM nya telah dengan serius melakukan upaya perubahan (penghancuran) hukum-hukum Islam yang masih tersisa, berkaitan dengan wanita, misalkan: poligami, nikah siri, anak, dsb. Hal itu dilakukan melalui tekanan pada pemerintah untuk menelorkan undang-undang yang sesuai dengan perspektif gender. Upaya sistematis ini mau tak mau akhirnya harus dihadapi oleh seluruh masyarakat termasuk perempuan (muslimah) tak terkecuali para pejuang syari’ah.
Sepatutnyalah para muslimah pejuang syari’ah kini lebih waspada terhadap berbagai imbas dari nuansa kehidupan kapitalis terhadap diri dan keluarganya, serta meningkatkan kesadarannya tentang bagaimana membawa umat pada kebangkitan islam. Makalah ini InsyaAllah akan berupaya memberikan gambaran yang rinci tentang bagaimana seharusnya muslimah pengemban dakwa`h pejuang syari’ah untuk memimpin umat menyongsong tegaknya Daulah Khilafah Islamiyyah.

Muslimah pengemban dakwah sejatinya menyadari kedudukannya sebagai pemimpin umat. Oleh karena itu, dia harus biasa meningkatkan kualiasnya sehingga layak menjadi pemimpin yang baik ditengah-tengah masyarakat. Untuk menjadi pemimpin yang baik di tengah-tengah umat, muslimah pejuang syari’ah dituntut agar senantiasa menyeimbangkan antara dakwah dan urusan rumah tangganya. Wanita pengemban dakwah harus bisa menyeimbangkan antara kewajiban dakwah dengan kewajiban terhadao anak, suami, orang tua dan tetangga. Ketimpangan menjalankan keseimbangan ini, akan menjadi noda ditengah-tengah umat dan akan membahayajkan dakwah itu sendiri.

Muslimah yang sudah menikah wajib mengetahui tugas pokok wanita, yaitu sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Jika ia belum menikah maka baginya ada kewajiban birrul walidayn. Selain itu kewajiban yang lain tyidak boleh diabaikan terutama silaturrahmi dengan kerabat dan sillah ukhuwah dengan tetangga,

Muslimah di Rumah Tangga
Istri Teladan
Istri teladan mampu memahami kebutuhan suami tercinta pendamping hidupnya. Sekalipun sang suami pengemban dakwah, ia juga manusia yang sama seperti suami-suami yang lain. Pengemban dakwah harus bisa menciptakan rumah tangga yang harmonis (rumahku surgaku), juga kehidupan suami-istri yang romantis. Istri sholihah selalu berusaha memelihara rumahnya dan memenuhi hak-hak suaminya. Dia selalu taat dan berbakti kepada suami. Dia juga harus berbakti kepada mertua dan menghormati keluarga suami.
Istri teladan berusaha memperoleh dan mencurahkan cinta da kasih sayang kepada suaminya, dengan penampilan yang baik, kata-kata yang lembut serta pergaulan yang disenagi suaminya. Dia selalu menyampaikan beritagembira. Jika ada berita menyedihkan dan mengguncang jiwa suaminya, ia akan memilah waktu dan cara yang tepat.
Istri teladan bisa membantu suami menaati Allah, baik dalam ibadahnya, dakwahnya, akhlaknya,dll. Dengan itu, mereka berdua selalu berada di bawah naungan rahmat Allah ‘Azza wa Jalla.
Istri teladan selalu berusaha mengambil hati suami supaya tidak timbul kebosanan, penyelewengan dan kekeruhan hati suami. Ia akan selalu berhias untuk suami sehingga suami selalu melihatnya dalam keadaan cantik dan menyenangkan.
Istri semakin cantik di mata suami jika memiliki sifat ceria, riang, gembira dan ramah tamah. Ketika pulang dalam keadaan letih, suami disambut dengan wajah ceria, senyum merekah dan kata-kata yang menyenangkanhingga lenyap keletihan dan beban pikirannya. Istri teladan akan selalu berterima kasih setiap kali suami melakukan kebaikan kepadanya.
Istri teladan selalu menyertai suami saat suka dan duka, terutama ketika suami ada di rumah. Ia menjadi penyejuk, penenang, pemaaf dan penghibur bagi suaminya. Dengan penuh cinta kasih, istri berusaha mewujudkan ketenangan, kegembiraan, kesejahteraan, ketentraman, kenikmatan yang halal dan kebahagiaan pada suami dan terus-menerus meraih/meminta keridhoannya.
Istri teladan akan memberikan kesempatan kepada suami agar menjadi ujung tombakdakwah dan berkorban apa pun demi dakwah. Ia sebagaimana Khadijah ra. Yang mengorbankan hartanya demi dakwah Nabi saw. Dan menenangkan beliau kalau mengarungi kesulitan di medan dakwah. Ia seperti Fatimah ra. Yang rela tangannya menjadi kasar karena mengerjakan tugas rumah tangga untuk memuluskan langkah Ali ra. Dalam kancah dakwah. Khadijah dan Fatimah tak pernah menuntut harta, waktu dan beban rumah tangga yang berlebihan sehingga suami mereka lalai dalam dakwah.
Istrio teladan adalah sahabat bagi suaminya. Layaknya kedua orang bersahabat, dalam rumah tangga akan timbul saling mengerti, saling berbagi dan saling menyayangi.

Ibu Teladan.
Ibu teladan mengemban tanggung jawab sebagai pendidik pertamadan utama bagi generasi-generasicerdas dan pencipta peradapan, yang pengaruhnya menyentuh seluruh jagad raya. Sekalipun ibu teladan seorang aktivis dakwah, anak tetap memiliki hak yang harus dipenuhi sepeti anak-anak lainnya.
Kemuliaan, kehormatan, kesuksesan, ketakwaan dan kepemimpinan para tokoh-tokoh besar dikalangan Sahabat, Tabi’in dan Tabi’at-Tabi’in merupakan hasil tangan dingin darinpara ibu-ibu yang agung, yang berhasil menenemkan jiwa kebesaran, nilai-nilai kemuliaan, dan semangat yang tinggi ke dalam jiwa putra-putrinya.
Ibu teladan lebih dekat serta mengenal keadaan dan perkembangan anak pada masa-masa pertumbuhan dan puber yang merupaka masa paling rawan bagi kehidupan mental, jiwa dan tingkah laku anak. Ibu teladan selalu meneteskan cinta, kasih sayang, kelembutan, penuh perhatian, pengorbana dan senantiasa memberikan perlindungan kepada anak-anaknya, yang mengalir dari hatinya yang lapang. Anak pun dapat hidup bahagia, jiwanya sehat dan jauh dari berbagai penyakit dan permasalahan; hatinya penuh kepercayaan dan ketenangan serta optimis.
Ibu teladan mengerti jiwa, menghormati perbedaan karakter dan kecenderungan anak-anaknya sehingga dapat memasuki jiwa anak dan menyelami dunia yang masih bersih dan jernih, untuk menanamkan nilai-nilai luhur keislaman. Ibu teladan senantiasa pandai menarik hati anak agar mau membuka jiwa dan hatinya serta mengungkapkan berbagai permasalahan yang dihadapinya. Ibu pun menanggapinya dan berusaha untuk mengatasinya.
Ibu teladan selalu menyempatkan diri bermain dan bercanda dan berbasa-basi dengan anak, menyampaikan ungkapan-ungkapan yang menyenagkan, lemah-lembut dan penuh kasih sayang tanpa pilih kasih. Semua anaknya semakin cinta, sayang dan tidak pernah merasa bosan mendengarkan arahan dan bimbingannya. Dengan kesadaran hati mereka menjalankan perintah dan menerapkan nasihatnya; lidah mereka basah memanjatkan doa dan mereka senantiasa berbakti, menghargai dan menghormatinya.
Siraman kasih sayang ibu menjadi sumber inspirasi, kebaikan, kreasi, faktor kebahagiaan dan kesejahteraan anak. Inilah sesuatu yang sangat berharga dan mulia dan pada kodrat kewanitaan, yang menjadi taman surgawi dunia. Ibu teladan akan selalu mejaga perkataan dan perbuatannya yang akan diteladani anak. Ibu teladan tidak kehilangan kesadaran dan keseimbangan emosinya sampai tega menyumpahi naknya. Rasulullah Saw. Bersabda, “Janganlah kalian menyumpahi diri kalian; jangan pula menyumpahi naak-anak kalian dan harta kalian. Kalian tidak mengetahui saat permintaan (doa) dikabulkan sehingga Allah akan mengabulkan sumpah itu.”
Ibu teladan akan selalu mengawasi pendidikan anak dan selalu mengarahkan dalam memilih buku bacaan, majalah, teman, kegemaran, sekolah, guru dan sarana informasi serta segala sesuatu yang mempunyai pengaruh dalam membentuk kepribadian anak, mendidik jiwa, mental dan akidah mereka. Itu ia lakukan dengan cara yang baik, tepat dan menyelamatkan serta selalu berkoordinasi dan merkomunikasi dengan suami.
Ibu teladan bisa menyusup dalam jiwa anak yang paling tersembunyi lalu menanamkan sifat mulia dan nilai Islam yang luhur dengan baik dan tepat; memberikan teladan, bergaul dan memperlakukannya dengan baik, peuh perhatian, kelembutan, persamaan dan keadilan; serta memberinya nasihat dan bimbingan. Anak pun tumbuh normal dengan kedewasaan, wawasan luas, pemikiran matang, salih, berbakti, memberikan sumbangan yang dibutuhkan dan membangun di berbagai lini kehidupan.

Muslimah dalam Aktivitas Dakwah
Setiap muslimah dalam proses aktivitas dakwah, harus senantiasa membangun dirinya agar memiliki karakter pemimpin yang baik. Beberapa karakter pemimpin yang baik diantaranya dalah:
1. Tidak bergaya instruksional
Pemimpin yang sesungguhnya bukan sekedar mengumpulkan massa, lalu memaksa melakukan ini dan itu dengan gaya instruksi. Hal ini hanya bisa dilakukan di kantor, yang dilakukan oleh atasan kepada para karyawan yang digaji. Kepemimpinan dalam dakwah dan kepemimpinan di tengah masyarakat bersifat sosial, sukarela dan tidak dibayar. Jadi, kepemimpinan bergaya instruksional dan diktator, yang hanya mengandalkan controlling dan monitoring tidak akan berhasil. Kepemimpinan seperti itu hanya akan menghasilkan suasana penuh ketakutan. Rasa ketakutan akan mematikan potensi seseorang, karena selalu hidup dalam suasana penuh tekanan dan keterpaksaan, bukan kepatuhan.

2. Pendekatan kepada ide kepemimpinan berfikir.
Pemimpin yang baik harus melakukan pendekatan yang benar terhadap sekelilingnya. Dia harus berbaur dan menyatu dengan orang-orang yang dipimpinnya, bukan mengambil jarak dan menjadi mercusuar bagi sekelilingnya.
Kepemimpinan dakwah harus menggunakan pendekatan ide, karena kepemimpinan dakwah adalah kepemimpinan berfikir. Aktivis dakwah harus dapat menggerakkan orang-orang di sekitarnya. Jadi pemimpin yang baik harus bisa menjadi inspirator dan motivator, bukan diktator. Orang-orang yang dipimpinnya pun bergerak karena kepemimpinan berfikir, bukan karena taklif (instruksi).
3. Selalu berprasangka baik
Aktivis dakwah tidak boleh diliputi prasangka buruk (su’uzhon), tetapi selalu diwarnai prasangka baik (hushnuzhan), Jadi, pemimpin jangan hanya melihat kesalahan atau kelemahan dari orang-orang disekelilingnya, tetapi harus bisa menunjukkan kebaikan mereka sehingga mereka selalu berpikir optimis dan selanjutnya akan menimbulkan rasa percaya diri untuk bisa meraih kesuksesan.
4. Permudahlah, jangan mempersulit
Buatlah segala sesuatu menjadi mudah, dan jangan dipersuliy. Rasulullah saw. ketika menyeru kepeda manusia tidak pernah memaksa, tetapi selalu mengingatkan pada janji-janji Allah. Pada saat perang Khandaq, ketika Beliau meminta-minta berulang=ulang kepada para Sahabat agar ada yang memata-matai musuh untuk mencarui informasi, dan tidak ada yang merespon, Beliau tidak mencela para Sahabat, yetapi mengingatkan dan terus mengingatkan bahwa Allah akan memberikan kebaikan kepada kitakalau kita mau melakukan perintah-Nya. Akhirnya Beliau mengutus Huzaifah untuk tugas spionase tersebut.
5. Memahami realitas manusia sebagai manusia
Semua manusia punya kelemahan. Pemimpin harus selalu menasihati, jangan pernah bosan. Abdurrahman bin Rawahah sebagai komandan perang tidak pernahmengatakan kepada pasukannya, “Kalian kan para Sahabat, kok takut berperang.” Namun, beliau mengingatkan, “ Kita berjuang dengan kekuatan iman kepada Allah dan bukan dengan kekuatan jumlah atau fisik.
Jadi, pemimpin yang baik harus memiliki pengertian terhadap orang yang dipimpinnya, lalu memotivasi dengan mengingatkan tentang ketaatan kepada Allah. Dengan demikian, pemimpin tersebut akan mendapat banyak kepercayaan dari orang-orang disekelilingnya.
6. Memberikan kenyamanan kepada yang dipimpin
Pemimpin yang baik, ketika berada dimanapun dia disukai, dicintai, bahkan ditunggu-tunggu sebagai tempat curhat, mencari solusi; bukan sebaliknya, menimbulkan ketakutan. Ia memiliki kemampuan empati kepada orang lain dan mau mendengarkan masukan-masukan dari yang dipimpinnya. Ia pun berusaha mencari tahu kesalahannya sebagai pemimpin dari orang lain.
Ketika ada kesalahan, justru mengingatkan bahwa kita masih memiliki banyak kebaikan-kebaikan lain sehingga setiap kesalahan pasti ada jalan keluarnya dan memberikan keyakinan bahwa kita pasti bisa.
7. kondisikan selalu hubungan sebuah tim
Tujuan dakwah yang agung, yaitu melanjutkan kembali kehidupan Islam, memerlukan sebuah kerjasama tim yang solid. Oleh karena itu, setiap pemimpin perlu mengkondisikan hubungan tim dalam dakwahnya. Diperlukan upaya pemetaan terhadap potensi dan kondisi yang ada pada setiap individu dan di sekitarnya, kemudian merencanakan bersama apa yang bisa dilakukan dengan potensi dan kondisi yang ada.
Selayaknya sebuah tim, kekurangan dan kelebihan yang satu akan ditutupi oleh kelebihan dari yang lain.

Khatimah
Degan karakteristik pemimpin yang dipaparkan di atas, maka setiap orang akan termotivasi dengan mengatakan, “Apa yang bisa kita berikan untuk Islam dan Dakwah ini?”
Wallahu a’lam bi ash shawab. []